Beranda | Artikel
Melepas Tali Pocong Hukumnya Sunnah
Selasa, 7 Juli 2020

Dalam proses pemakaman jenazah, terkadang kita dapati terjadi perselisihan tentang apakah tali pocong jenazah dilepas ataukah tidak. Sebagian masyarakat juga berkeyakinan bahwa tali pocong yang tidak dilepas akan membuat jenazah penasaran. Bagaimana penjelasan atas masalah ini?

Hukum melepas tali pocong

Terdapat dalam suatu hadits, yang diriwayatkan dari Ma’qal bin Yasar radhiallahu’anhu, ia berkata:

لَمَّا وَضَع رَسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم نُعَيمَ بنَ مَسعودٍ في القَبرِ نَزَع الأَخِلَّةَ بِفيه؛ يَعنِي العَقْدَ

“Ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam meletakkan Nu’aim bin Mas’ud ke dalam liang kuburnya, Nabi melepas al akhillah pada mulutnya. Al akhillah artinya ikatan” (HR. Al Baihaqi no.6714, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf no. 11668).

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan:

وَأَمَّا حَلُّ الْعُقَدِ مِنْ عِنْدِ رَأْسِهِ وَرِجْلَيْهِ، فَمُسْتَحَبٌّ؛ لِأَنَّ عَقْدَهَا كَانَ لِلْخَوْفِ مِنْ انْتِشَارِهَا، وَقَدْ أُمِنَ ذَلِكَ بِدَفْنِهِ، وَقَدْ رُوِيَ «أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لَمَّا أَدْخَلَ نُعَيْمَ بْنَ مَسْعُودٍ الْأَشْجَعِيَّ الْقَبْرَ نَزَعَ الْأَخِلَّةَ بِفِيهِ.»

“Adapun melepas tali pocong di kepala dan kaki, hukumnya mustahab (dianjurkan). Karena tujuan mengikat kain kafan adalah agar tidak tercecer, dan hal ini sudah tidak dikhawatirkan lagi ketika mayit sudah dimasukan ke liang kubur. Dan diriwayatkan dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau meletakkan Nu’aim bin Mas’ud Al Asyja’i ke dalam liang kuburnya, Nabi melepas al akhillah (ikatan) pada mulutnya” (Al Mughni, 2/375).

Namun hadits ini dha’if (lemah) sebagaimana dijelaskan Al Albani dalam Silsilah Adh Dha’ifah (no.1763). Di samping hadits di atas, para ulama juga berdalil dengan perkataan Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu:

إذا أدخلتم الميت اللحد فحلو العقد

“Jika kalian memasukan mayit ke lahat, maka lepaskanlah ikatannya” (Diriwayatkan oleh Abu Bakar Al Atsram, dinukil dari Kasyful Qana’, 2/127).

Ibnu Qudamah dalam Al Mughni juga menyebutkan ada riwayat serupa dari Samurah bin Jundub radhiallahu’anhu. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan:

العقد التي يربط بها الكفن تحل كلها هذا الأفضل، السنة تحل كلها في القبر، إن وضع في قبره حلت العقد كلها أولها وآخرها هذا السنة

“Ikatan yang mengikat kafan itu dibuka semuanya (ketika di liang kubur). Ini lebih utama. Yang sunnah, semuanya dilepaskan di dalam kubur. Ketika ia diletakkan di dalam kuburnya, maka semua ikatannya dilepaskan dari awal sampai akhir, ini sunnah”.

Kesimpulannya, melepas tali pocong atau tali yang mengikat kain kafan hukumnya sunnah (dianjurkan).

Baca Juga: Hukum Menunda Pemakaman Jenazah

Tidak melepas tali pocong membuat arwah penasaran?

Kemudian dari sini kita juga mengetahui para ulama mengatakan bahwa melepas tali pocong itu tidak wajib, dan tidak mengapa jika tidak dilepas. Tidak benar juga anggapan sebagian orang bahwa jika tali pocong tidak dilepas maka mayit akan penasaran dan akan gentayangan. 

Ini adalah khurafat yang batil, bertentangan dengan akidah Islam. Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Ketika seorang insan mati, terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim no. 1631).

Maka orang yang sudah mati, sudah terputus amalnya. Tidak bisa gentayangan atau penasaran. 

Orang yang sudah meninggal pun akan menghadapi fitnah kubur. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أُقْعِدَ الْمُؤْمِنُ فِى قَبْرِهِ أُتِىَ ، ثُمَّ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ ( يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ )

“Jika seorang mu’min telah didudukkan di dalam kuburnya, ia kemudian didatangi (oleh dua malaikat lalu bertanya kepadanya), maka dia akan menjawab dengan mengucapkan:’Laa ilaaha illallah wa anna muhammadan rasuulullah’. Itulah yang dimaksud al qauluts tsabit dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya): ‘Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan al qauluts tsabit’ (QS. Ibrahim: 27)” (HR. Bukhari no.1369, Muslim no.7398).

Siapa yang berhasil melewati fitnah kubur maka ia akan bahagia di alam kubur, siapa yang tidak bisa melewati fitnah kubur dengan baik, maka ia sengsara di alam kubur. Utsman bin Affan radhiallahu’anhu berkata:

سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : « إن القبر أول منازل الآخرة فمن نجا منه فما بعده أيسر منه ، ومن لم ينج منه فما بعده أشد منه » قال : فقال عثمان رضي الله عنه : ما رأيت منظرا قط إلا والقبر أفظع منه

“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Alam kubur adalah awal perjalanan akhirat, barang siapa yang berhasil di alam kubur, maka setelahnya lebih mudah. Barang siapa yang tidak berhasil, maka setelahnya lebih berat’. Utsman radhiallahu’anhu berkata, ‘Aku tidak pernah memandang sesuatu yang lebih mengerikan dari kuburan’” (HR. Tirmidzi 2308, ia berkata: “hasan gharib”, dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Futuhat Rabbaniyyah, 4/192)

Sehingga di alam kubur, seseorang tidak lepas dari 2 kemungkinan: merasakan adzab kubur atau merasakan nikmat kubur. Tidak ada pilihan ketiga: gentayangan. Lagipula kalau dipikir secara logis, andaikan mayit bisa gentayangan, tentu akan melakukan hal-hal yang jauh lebih penting seperti menyuruh keluarganya untuk shalat dan melaksanakan kewajiban agar tidak sengsara di alam kubur, daripada sekedar protes soal tali pocong. 

Adapun ayat:

وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. Al Baqarah: 154)

Al Hafidz Ibnu Katsir memaparkan, “Allah Ta’ala mengabarkan bahwa para syuhada itu hidup di alam barzakh dalam keadaan senantiasa diberi rizki oleh Allah, sebagaimana dalam hadits yang terdapat pada Shahih Muslim….(lalu beliau menyebutkan haditsnya)” (Tafsir Al Qur’an Azhim, 1/446).

Para syuhada setelah wafat mereka mendapatkan kenikmatan di sisi Allah di alam barzakh, dengan kehidupan yang berbeda dengan kehidupan dunia (Lihat Tafsir Ath Thabari, 3/214), Jalalain (160), Al Baghawi (Ma’alim At Tanzil, 168), Al Alusi (Ruuhul Ma’ani, 2/64), dll.

Maka orang yang sudah mati memang hidup, namun di alam barzakh yang berbeda dengan kehidupan dunia. Sehingga hidupnya mereka bukan gentayangan dan berpergian di dunia sebagaimana orang yang masih hidup.

Juga tidak benar bahwa jika tali pocong tidak dilepas maka arwah mayit tidak tenang di alam kubur. Ini juga khurafat yang batil. Dalil-dalil yang shahih menunjukkan tenang-tidaknya mayit di alam kubur tergantung pada amalannya, sebagaimana hadits panjang yang shahih riwayat Abu Daud, bukan karena soal tali pocong, yang juga hukumnya tidak wajib untuk dilepas. Maka jelaslah ini keyakinan-keyakinan yang tidak benar dan tidak logis, sehingga tidak boleh seorang Muslim meyakininya.

Baca Juga:

Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama


Artikel asli: https://muslim.or.id/57341-melepas-tali-pocong-hukumnya-sunnah.html